Sejak
SMP, aku suka menyiapkan cokelat di tas sekolahku. Terutama saat menjelang
tanggal 14 Februari tiba. Tapi pertanyaanku selalu sama. Pada siapa cokelat ini
harus kuberikan?
Aku hamba kecilMu. Datang lagi untuk menceritakan banyak hal yang menjadi perasaan lelahku.
Kemarin Kau bilang padaku bahwa Kau mencintaiku. Kau mengatakannya lewat jalan-jalan kecil yang bisa aku lewati sedikit demi sedikit. Jalan itu sempit, tapi lama-kelamaan menjadi lebar dan melegakanku.
Awalnya dia bukan siapa-siapa bagiku. Dia hanya teman biasa. Orang biasa yang suka bercanda. Bahkan aku memasukkan namanya dalam daftar orang teraneh yang pernah kutemui. Sampai akhirnya hari ulang-tahunku tiba. Sebagai teman yang baik, dia memberi kado teraneh yang pernah aku dapatkan.
"Selamat ulang tahun!", katanya. Sambil menjulurkan sebuah kado berbentuk permen. Seperti kado anak TK, pikirku.
Gie, kau masih ada dalam lembaran-lembaran diary usangku. Kau lucu, sangat mudah kikuk dan pemalu. Pernah, dalam rapat itu teman-teman bilang kita serasi menjadi sepasang kekasih. Tapi kau malah diam, dan wajah putihmu memerah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang.
Aku sudah berhenti latihan. Lebih memilih menarik napas dalam-dalam, berdoa
lalu bersholawat. Ambil napas lagi, berdoa lalu bersholawat. Sudah waktunya.
"Dia tidak tidur! Tidak sepersekian detikpun! Kau harus mencatatnya, mengingatnya setiap waktu.. Mama menyayangimu. Mama ingin kau disayangNya. Tidak ada harapan lain selain itu. Hanya itu dan hanya itu..", Annelis tua terus menerus mengoceh pada anak perempuannya.