Sejak
SMP, aku suka menyiapkan cokelat di tas sekolahku. Terutama saat menjelang
tanggal 14 Februari tiba. Tapi pertanyaanku selalu sama. Pada siapa cokelat ini
harus kuberikan?
Saat
SMA, cokelat itu pernah melindungiku dari rasa sakit yang menyerang saat
terjatuh di halaman sekolah. Saat itu dengkul kananku sobek karena tersangkut
besi runcing perkakas bangunan; sekolahku sedang direnovasi. Kala itu aku
kesakitan melihat kulit dengkulku yang robek. Sesaat kemudian aku dibopong oleh
teman-teman dan guruku untuk dibawa ke Rumah Sakit. Rasa sakit itu sungguh
berhenti saat aku menikmati sebuah cokelat kecil murahan yang kucomot dari tas
sekolahku dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit.
Kakiku
dijahit. Tapi rasanya jadi tidak sakit. Rasanya manis.
Sejak
itu, kebiasaan memakan cokelat di kala sakit menjadi kebiasaan baruku. Aku menyediakan
cokelat di dalam tas sebagaimana pengidap mag menyimpan obat mag mereka. Sebagaimana
perempuan yang hobi berdandan senantiasa menyimpan cermin kecil di tasnya. Sebagaimana
unta menyimpan cadangan air dalam tubuhnya.
Batuk,
pilek, tipus, gatal-gatal, sakit kepala, sakit perut, dan segala macam sakitku
selesai dengan cokelat. Jenis apa pun. Merek apapun. Rasa apa pun.
Namun
seiring berjalannya waktu, aku mulai pelit membagi cokelatku pada siapapun. Aku
merasa cokelat adalah aku dan aku adalah cokelat. Kami berdua adalah makhluk
Tuhan yang tak terpisahkan. Aku mulai cemburu saat ada orang lain yang menyukai
cokelat menikmati cokelat di hadapanku. Aku mulai tida suka melihat anak kecil
membeli sebuah cokelat murahan di festival hiburan, lalu mereka begitu girang saat
menukmatinya. Aku mulai benci pada
mereka yang menjual cokelat dan tidak menawarkannya padaku.
Aku
mulai tergila-gila pada cokelat. Aku menyimpan mereka dalam jumlah banyak di
kamar tidurku, aku menjaga mereka dalam suhu kamar yang pas agar tidak terlalu
keras atau meleleh. Aku bahkan tidur bersama mereka. Aku selalu menikmati
mereka di saat-saat sedih, sehingga sedihku hilang. Aku selalu menikmati mereka
di kala senang, sehingga aku semakin berbahagia. Dan tetrkadang, aku bicara
pada mereka.
Kerinduanku
pada ‘si penerima cokelat’ telah beralih pada cokelat itu sendiri. Entahlah.
*Malang, 5 November 2013
*Gambar diambil dari sini
*Malang, 5 November 2013
*Gambar diambil dari sini
No comments:
Post a Comment
berikan komentarmu tentang tulisan saya, di sini.