Ada
sebuah cerita lain yang dikenang Alif kepada saya. Alif, teman saya
yang praktek mengajar itu adalah seorang pemuda yang memilih jalan
menjadi pengusaha sambil kuliah. Terkadang di tengah ceritanya kepada
saya, Ia menyampaikan keluhannya; betapa rumit jalan yang Ia pilih
itu. Dan saya belajar banyak; bahwa keteguhan hati kita dalam memilih
suatu jalan akan terlihat dari seberapa keras kepala kita
memperjuangkanya.
Alif belum lama memilih jalan sebagai pengusaha.
Usahanya jatuh-bangun-jatuh-jatuh-bagun. Katanya, jatuhnya lebih
banyak dari bangunnya. Hanya saja, semakin dalam jatuhnya, semakin
tinggi bangunnya. Seperti ketapel.
Tulisan ini adalah tulisan pertama saya untuk gerakan Indonesia berkibar. Tulisan yang cukup singkat untuk dilanjutkan lebih banyak lagi. Berbagi gagasan. Berbagi semangat. Masih banyak lilin yang harus kita nyalakan! :)
Pada saat masalahmu menghampirimu, janganlah berkecil hati
Itu adalah pasangan hidupmu
Itu adalah takdirmu
Sesuatu yang sudah dipersiapkan untukmu, bahkan sebelum kau
dilahirkan
Itu adalah pelengkap hidupmu.
Itu adalah gurumu, maka cintailah dia
[Tak perlu dengar kata mereka. Teruslah berjalan.]
Tulisan ini adalah efek dari sebuah ekspresi saat saya sedang menggempur diri sendiri untuk menyelesaikan skripsi. Beberapa waktu terakhir banyak perombakan-perombakan yang lumayan ekstrem yang harus saya cari tahu sebanyak mungkin di manapun itu; website, macam-macam perpustakaan, buku-buku lusuh dan mungkin termasuk sebuah tempat menyenangkan untuk mengerjakannya. Lalu tiba-tiba saya sadar satu hal, bahwa mengerjakan skripsi membutuhkan ketulusan hati, sebagaimana kita membuat karya-karya yang kita senangi. Paling tidak, hal itulah yang membuat saya merasa lebih lancar mendapatkan jalan-jalan keluar dari masalah dalam menulis skripsi.
Pernah suatu hari aku kelelahan melalui lorong-lorong kecil-gelap kota Jogja. Saat sekolah dulu. Berlari kecil mengejar waktu adzan maghrib, supaya tidak dapat poin pelanggaran. Sebuah perjuangan kecil, melakukan perubahan kecil, tapi dengan totalitas besar. Tidak ada yang tahu dan kuceritai saat itu; setiap pulang seorang diri, aku sering ditemani seorang teman khayalan. Dia bilang, ini langkah kecil untuk perubahan besar!